UNFAIR (Sequel of Never Mind)

Wahyu Ningsih Caesarina

©2015

Unfair Poster Art

Someone in your mind | Taking Action | T

Seakan aku melihat visualku sendiri berdiri dihadapnku saat aku tertawa lepas dengan teman – temanku…

 

            Dengan ditemani udara pagi yang terasa basah karena hujan semalam. Kuberlari kecil memasuki gerbang sekolah, dengan semangat baru dan senyum baru untuk orang – orang yang akan kutemui hari ini. Langkahku tiba – tiba terhenti saat kumelihatnya. Jantung ini tiba – tiba berdentum keras – keras didalam sana. Kuhembuskan nafas panjang sekali, kemudian melanjutkan langkah kaki setenang mungkin. Aku berjalan tepat dibelakangnya, tapi mungkin ia tak menyadari keberadaanku. Aku hanya memalingkan wajah kesegala arah asalkan tak melihatnya. Sampai pada dua persimpangan koridor sekolah, ia memotong jalan kesebelah kiri. Huh… syukurlah. Sekali lagi, kuhembuskan nafas lega.

Seakan aku melihat visualku sendiri berdiri dihadapanku saat aku tertawa lepas dengan teman – temanku. Mengobrol hal – hal yang mungkin bagi sebagian orang sangatlah tak penting, namun sungguh menyenangkan bagi kami yang sedang melakukan dialog ini. memperagakan gerakan – gerakan lucu dan konyol menirukan hal – hal konyol yang artis idola kami lakukan ketika konser mereka. Tawaku sempat terhenti ketika menangkap dirinya sedang berdiri tak jauh didepanku. Seakan tak mempedulikannya, aku kembali tertawa sebelum mereka bertanya “kenapa?”.

Kurasa hari ini waktu terasa berlari. Tak terasa bel pulang telah menggema keseluruh sudut sekolah. Aku duduk diantara keramaian tawa teman – teman yang sedang debat suatu hal. Kubuka laptop hitamku. Meletakkannya pada meja gazebo taman dan mulai menulis disalah satu halaman kosong Word Document. Pada lembar kerja putih ini kemudian dengan sekejap telah terisi penuh kata – kata yang sebelumnya aku hanya menemukan kata – kata itu dan ketika merasa tak pas aku akan menghapusnya. Kurasa aku terlalu asik dengan duniaku sendiri, hingga tak menyadari satu persatu dari mereka telah menghilang dari pandanganku. Setelah kurasa aku membutuhkan sebuah referensi untuk beberapa tugas ilmiah yang belum sempat kukerjakan, kuputuskan untuk berpindah tempat ke perpustakaan.

Seperti biasa, terasa tenang dan khidmat ketika mencium suasana khas perpustakaan. Kuletakkan tas dan laptop yang kubawa setelah kupilih bangku dua baris dari belakang. Sepertinya keberuntungan sedang memihak padaku hari ini. hanya perlu berkeliling diantara dua rak buku dan kemudian menemukan buku referensi ilmiah yang kucari. Kembali kuberjalan menuju bangku tempat barang – barangku berada. Duduk menghempaskan diri kemudian membuka – buka beberapa buku tebal yang baru saja kudapat juga buku tulis yang baru saja kukeluarkan dari dalam tas. Aku mulai menuliskan materi – materi yang sebelumnya tak kuketahui, kemudian melingkari beberapa kata – kata yang tak kupahami.  Aku mengangkat sebuah buku sambil menghembuskan nafas kasar keudara karena suatu alasan. Hingga tiba – tiba  aku terhenyak dari tempatku ketika seseorang merebut buku ditanganku. Aku segera melihatnya, bersiap memarahinya karena alasan tak kesopanannya. Namun, kata – kataku tercekat begitu saja ketika menyadari siapa dia. Dengan santai, ia menyandarkan punggungnya pada salah satu rak dibelakangnya, membolak – balik halaman buku kemudian membaca beberapa kata dan mengulanginya.

“Sastra kuno ternyata” Katanya sambil menganggukkan kepalanya.

“Aku sedang tak ingin berurusan denganmu hari ini. tolong kembalikan dan biarkan aku menyelesaikan tugasku ini” Ucapku. Sedetik setelah kuselesaikan kata – kataku kuputuskan berdiri dan mengambil kembali buku tebal itu dari genggamannya.

“Sejak kapan kau menjadi seorang tempramen begini?” Mungkin karena ia juga tak ingin berurusan denganku, ia mengembalikan buku itu begitu saja padaku. Aku tak menanggapinya dan kembali menghempaskan diriku duduk pada kursi semula.

“Sampai kapan kau akan disini?” Kukira ia akan segera pergi dan kembali mengacuhkanku seperti hari – hari kemarin, namun nyatanya, ia malah menarik salah satu kursi disampingku dan duduk disana.

“Entahlah, kurasa akan lama” Balasku sekenanya sembari membuka halaman buku yang tertutup.

Setelah itu tak ada satu katapun yang keluar dari mulut kami. Sesekali kulirik dia, ia hanya memainkan ponselnya dan sesekali bermain dengan apapun yang ia temukan dalam kotak pensilku. Akhirnya satu buku telah kuselesaikan, kemudian beralih pada buku lainnya. Tanpa sadar aku merasakan sesuatu yang berbeda dari tekstur buku, seperti tangan seseorang yang kusentuh. Aku menggerakkan kepalaku kekanan dan ketika itu kurasa nafasku terhenti sejenak ketika ternyata aku tengah memegang tangannya. Mata kami saling bertemu, aku menelan ludah beberapa kali, atmosfer terasa sedikit canggung sekarang.

“Kenapa rasanya tak nyaman?” Ia mengutarakan pertanyaan retoris. Bukan, lebih tepatnya berbisik pada dirinya sendiri.

“Ah, aku bermaksud mengambil buku ini tadinya” Dengan segera kutarik tanganku dan memalingkan wajah darinya.

“Aku sudah selesai dengan tugas ini. Aku akan segera pulang, apa kau masih ingin tetap disini?” Kuubah pikiranku beberapa detik kemudian. Lalu mengemasi barang – barang yang tercecer diatas meja akibat ulahnya. Dan ketika aku berdiri ia juga berdiri hingga kami saling berhadapan.

“Apakah jantungku berdetak keras lagi?” Sambil memegangi dada kirinya, ia kembali mengucapkan pertanyaan retorisnya.

“Aku permisi” Aku kembali mengacuhkannya dan segera menarik diri dari hadapannya.

“Bagaimana aku mengendalikannya jika tanpamu?” Ia sempat membuatku terhenti setelah beberapa langkah menjauh darinya. Aku terpaku sesaat, kemudian memejamkan mata sejenak dan menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Hanya berbalik sebentar kemudian tersenyum padanya dan berlalu meninggalkannya.

~THE END~

Entahlah bagaimana sequel ini jadinya 😀

Tinggalkan komentar